Selasa, 31 Maret 2009

Pameran Jakarta Binnale

Apa itu Jakarta Biennale (JB)? Pertanyaan ini mengkin terasa aneh untuk sebagian orang, tapi sesungguhnya wajar saja. Karena, meski telah berlangsung uluhan tahun dan dikenal dikalangan pelaku dan pecinta seni- semenjak pameran pertama dengan nama Pameran Besar Seni Lukis Indonesia yang bertempat di PKJ TIM(1968), Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, kompleks kegiatan yang dibagun atas rekarsa Gubernur DKI Ali Sakidin, menjdai Beinnale Seni Rupa pada tahun 1993, danterakhir diselenggarakan pada 2006- biennale ini samai sekarang tidak banyak dikenal oleh masyarkat umum di Jakarta.
Lantas, jika JB memang ada dan telah berlangsung selama beberapa periode, masih relevankah ia bagi public seni? Apa maknanya bagi masyarakat awam? Pertanyaan- pertanyaan inilah yang menyebabkan Dewan Kesenian Jakarta periode 2006- 2009, pada awal masa kerjany, mengundang beberapa pakar seni rup, untuk membahas situasi dan relvansi JB di masa sekarang. Hasilnya, mayoritas menyatakan bahwa tetap perlu ada satu Biennale seri rupa yang diaanggap independent, mampu mengadirkan estetik terkini, serta bebas dari kepentingan komersial dan aris kecenderuang pasar, sehingga dapat menjadi barometer perkembangan seni rupa.
Berdasarkan pertemuan tersebutm komite seni rupa DKJ mencoba menghadirkan JB’09 dengan proses yang berbeda.
Tema ARENA merupakan rumusan dari para anggota dewan. Oleh karena itu pula biennale ii dimulai dengan beberapa kegiatan seni yang menghampiri masyarakat melaluli Zona Pemahaman dan Zona Pertarungan, dimana karya para seniman, hasil kolaborasi antara praktisi antardisiplin seni (arsitek, desainer grafis, fotografer, dll), dan mahasiswa dihadirkan di ruang publiik seperti pusat pembelanjaan sampai pada tembok, papan reklame, dan taman. Sebuah terobosan baru yang tidak terlihat dalam JB sebelumnya.
JB’09 ARENA juga menghadirkan pameran yang bertempat di Galeri Nasional dan Grand Indonesia melalui Zona Cair dengan materi karya senian konteporer dari berbagai Negara; sebuah pameran yang berskala internasional, yang membantu kita mengenal kebudayaan bangsa lain; dan secara lebih khusus lagi, melihat bagaimana perkembangan seni rupa dunia bias diperbandingakan dengan karya- kerya seniman tanah air.

Zona Pemahaman

Penyelenggaraan JB’09 kali ini bias jadi terkesan ttidak umum dari penyelenggaraan Biennale pada masa sebelum- sebelumnya, bukan hanya karena pendekatan tematik ARENA (subjek Jakarta sebagai ruang adu atau pertempuran berbagai kepentingan posisi public yang semakin terpinggirkan, serta respon seniman melihat problem tersebut) berskala internasional (mengundang seniman- seniman dari Asia Tenggara ataupun seniman- seniman internasional yang pernah “menetap” di Asia Tenggara). Tetapi juga menyangkut pilihan strategi komunikasi yang ditempuh oleh pihak penyelenggara JB’09 sendiri. Ada pergeseran paradigma dalam meihat substansi penyelenggaraan JB’09 kali ini. Melalui serangkaian kegiatan di zona pemahaman ini, mulai dari pameran foto “ruang pertempuran” sastra di ruang kota, lokakrya tai dengan tema urban (kencan tari), pementasan musik tradisi bagurau saluang dendang, serta pemutaran ksi asia tenggara di Jakarta internasional film festival 2008, dan kegiatan talk show baik di radio maupun televisi diharapkan muncul pemahan baru tentang siituasii yang ada.


Zona Pertarungan

Program zona pertarungan terdiri atas tiga bagian, yaitu lokakarya khas-lahan (site-spesific), lokakarya billboard, dan pameran khusus karya- karya pilihan dari Jakarta 32oc. Program ini bertujuan untuk menanggapi keberadaan ruang public Jakarta angsemakin terbatas. Mengkaji ulang ruang, memori, serta mnciptakan ruang baru; yang tak hanya berarti ruang fisik namun juga ruang gagasan yang kontekstual.
Lokakarya seni public menanggapi berbagai permasalahan di situs ruang public tertentu memlalui beragam medium karya dan lokakarya billboard melaluli medium papan reklame. Peserta yang diundang adalah para seniman, pembuat video, penulis, fotografer, dan desainer grafis, yang berdiskusi secara intens.
Dalam lokakarya para peserta saling mengkritik, berdebat,d an memberi masukan. Berbagai gagasan terbantuk secara alami. Milik siapa sebuah gagasan awal tidak penting. Karena sebuah lokakarya tentang ruang public perlu menciptakan ruang publiknya terlebih dahulu, melalui rangkaian diskusi yang panas sekaligus menyegarkan seperti itu.
Karya- karya perserta lokakarya memiliki sejumlah kecenderungan, yaitu menghibur kejenuhan menunggu, memperingatkan public akan marabahaya, mengadakan acara public, mempertegas keberadaan dari ruang sementara, membuka ingatan atas sejarah, menggunakan fasilitas propaganda dan iklan untuk berdialog dengan public dan ruangnyam juga menghubungkan pencitraan, ruang, dan public, yang selama ini terlupakan.
Berbagai karya tersebut terdiri atas beragam medium, seperti mural, poster, kaos, selebaran, objek, instansim teks, acara, penggunaan papan reklame sebagai karya seni, proyek fotografi, hingga pemutaran sebuah fil. Karya- karya itu disebar di sejumlah ruang public. Beberapa telah selesai dilakukan, beberapa diharapkan akan bertahan lama dan seluruh dokumentasi karya dan proses lokakarya tersebut dipamerkan di Galeri Nasional Indonesia.
Selain itu, Zona pertarungan memamerkan kembali karya- karya terbaik dari Jakarta 32oc tahun 2004, 2006, dan 2008, di senayan city, Jakarta pusat, pada 1-7 februari 2009. ini merupakan pameran karya visual bautan mahasiswa akarta dari berbagai disiplin ilmu.

Melalui seluruh proses penciptaan ruang baru tersebut, baik ruang fisik maupun ruang gagasan yang kontekstual, program zona pertarungan hadir di ruang public.


ZONA CAIR


Pameran zona cair (Fluid Zone) disajika sebagai upaya untuk menawarkan pemataan baru tentang praktek seni rupa kontemporer di wilayah asia tenggara. Suatu ‘wilayah’ (region), dalam pengertiannya yang konvensional, merujuk pada cakupan geografis yang digunakan untuk mengidentifikasi unit spasial yang spesifik di muka bumi asia tenggara. Dalam hal ini, adalah lokasi geografis yang lebih sempit daripada ‘Asia’, namun lebih luas daripada cakupan beragam ‘negara- bangsa’ yang ada di dalamnya.
Dinamika senirupa kontemporer selalu merupakan gaung yang dipantulkan oleh perubahan social, ekonomi, dan poitik dalam tataran yang lebih besar. Ekspresi seni rupa koontemporer di Asia Tenggara berhubungan dengan status Asia Tenggara sebagai wilayah budaya yang “baru”, yang muncul setelah moderinisasi abad ke-20. di satu sisi, ia tidak bias dilihat sebagai fenomena yang terpisah denga perkembangan seni rupa di Eropa dan Amerika, baik secar patron colonial Aia Tenggara di masa silam, maupun acuan untuk melihat perkembangan seni rupa pasca- globalisasi.


karya - karya yang di pamerkan pada pameran Jakarta Binnale.

































Tidak ada komentar:

Posting Komentar